Bagaimana kondisiku setelah merasakan lebih 1 bulan di Jerman?

113 Aufrufe
Published
Tour To German Part 30.

"Mama, kapan pulang ke Indonesianya,?"

Tanya anak kami Muhammad yang dipesantren Diniyyah Pasia BKT. Entah berapa kali dia tanya.
Kebiasaanku selalu menjenguknya 1 kali seminggu. Sekarang sudah lama juga. Mungkin ia kangen sekali sama Mamanya, sebagaimana aku juga kangen sekali sama dia.

Sudah berusaha mencoba untuk bisa pulang awal Februari ini. Namun belum dapat juga.

Mungkin Mama pulang lewat tgl 15 Pebruari Nak.

Di Jerman ini semakin diperketat. Biasanya masih bisalah keluar agak jauh. Sekarang polisi ada dimana mana memeriksa. Hanya bisa disekitaran Ilmenau saja. Ke Bukit yang sepi, sambil hiking. Bukitnya dekat rumah, syukur jg masih ada tempat bermain main meskipun di kampung terpencil. Kalau di kota kota sudah berbulan bulan sepi, mencekam, kayak kota mati. Tak ada satupun toko selain makanan dan apotik saja beberapa saja yang buka.

Bagaimana nasib hidup masyarakatnya yang sudah berbulan bulan tutup? Dibiayai pemerintahnya.

Sekolah di depan rumah betul pernah buka. Namun belum sampai 1 bulan buka, di tutup lagi sampai sekarang gak buka buka lagi akibat ada 1 orang positive. 1 kena maka semua tutup dan aturan semakin diperketat. Dendanya mahal sekali kalau ketahuan melanggar aturan protokol covid.

Akupun sudah jenuh banget di kota sepi ini. Dimana mana pemandangan salju. Dingin minta ampun, sering didalam rumah. 1 kali seminggu jalan jalan sekitar dekat dekat rumah saja. Untung pemandangannya lumayan indah. Kalau daerah kumuh seperti pasar, entahlah, stress tingkat akut aku disini. Terkadang nyesak juga kelamaan dinegara ini.

Kemaren pas beli sandwich ketemu sama orang Syiria yang mana mereka adalah imigran yang dilindungi oleh pemerintah Jerman, dikasih penginapan dan juga belanja tiap bulannya sekitar 400 euro. Baik sekali pemerintah Jerman ini. Kalau mereka punya anakpun, tetap dapat tunjangan anak juga.

Meski begitu, orang Syiria itu juga mengatakan mengalami kebosanan, ingin juga suatu saat balik kenegaranya Syiria. Kenapa bosan, bukankah aman dan nyaman di Jerman?

Sama saja dengan yang kurasakan sudah 1 bulan ini. Jawabannya masjid tidak ada. Kita biasa hidup mendengar alunan suara alquran dan azan masjid. Dan disini sama sekali tak ada.

Tapi bagiku, sangat menyesakkan dadaku. Beberapa kali aku minta ke suamiku untuk tanyakan tiket. Bisa gak pulang cepat. Kalau saja kemaren sebelum ke Jerman aku urus visa ke Mesir, mungkin bisalah aku ke Mesir dulu, baru ke Indonesia.
Jadi, mau tak mau memang pulang dari Jerman ke Indonesia langsung baru bisanya. Tidak bisa pulang via negara lain.
Di Mesir hidup puluhan tahun aku sangat betah.

Disini hanya betahnya 1 bulan. Lebih dari itu, sulitlah diungkapkan sangat membosankan.

Karena itu suka jalan jalan saja sekitar sini. Jalan kaki di atas salju.

Hidup terbiasa ramai, suka mendengarkan alunan irama Alquran, beribadah di masjid, tiba tiba semua itu tak ada sama sekali. Bisa dibayangkan kondisi aku seperti apa bukan?

Hakikatnya nyesak didada. Orang biasanya nyesak itu kalau tak ada uang. Disini uang cukup, suasana nyaman, aman, indah bersih. Kurangnya hanya satu saja.

Suasana ke Islaman penuh ibadah dalam masjid tak ditemukan. Belum lagi makanannya
Belum lagi rasanya sangat beda. Karena bumbu tak lengkap, santan gak ada seperti santan dikita. Daunan gak ada yang segar, mana semua bahan dagung, ayam, ikan semua berasal dari freezer. Apalagi ikannya. Jarang dapat ikan segar. Dan beraneka ragam. Adanya ikan saran segar

Jadi, bukan suasana peribadahan nihil masjid saja yang bikin kita tidak betah. Makanan ala Indonesiapun menambah ketidak betahan itu juga
Bedalah. Meski dirumah, tetap saja ada ke masjidnya. Dan tetap saja mendengar suara adzan dan lantunan alquranulkarimnya.
Tiada seindah hidup dinegeri mayoritas muslim, bagaimanapun semberawutnya lalu lintas, ribut dan ramai. Tapi lebih bahagia rasanya hidup dinegara seperti itu.
Benarlah kata orang:" Hujan emas dinegara orang, hujan batu dinegeri sendiri, tetap lebih enak dinegeri sendiri".

Bagiku lain lagi:

" Hujan emas dinegara non muslim, hujan batu dinegara muslim, tetap lebih terasa bahagia hidup di mayoritas muslim".

Suatu pengalaman berharga, dan sulit dilupakan. Pandemi covid 19 ini membawa banyak pengalaman berharga terutama bagi kami yang terkena dampak Lockdown berada di negara Jerman, mayoritasnya Non Muslim ini.

Masya Allah. Semoga semua ada jalannya agar aku cepat kembali ke pangkuan ibu pertiwi, tanah airku.

Meskipun begitu, aku harus bisa membahagiakan diriku sendiri dengan kondisi apapun itu. Aku baru merasakannya. Bagaimana dengan para imigran dari Syiria itu? Tentu lebih kasihan mereka sudah lebih 5 tahun hidup dinegara ini katanya.

Lebih parah mereka dari aku bukan? Jadi tetaplah bersyukur dan bahagiakan diri. Lihatlah orang yang jauh lebih susah dari kita, orang jauh lebih bosan dari kita lebih banyak diluar sana. Tetaplah selalu bahagiakan diri dan banyak banyak bersyukur.

Ilmenau, Thuringen, Jerman, 24 Januari 2021. Rahima.
Kategorien
Corona Virus aktuelle Videos
Kommentare deaktiviert.